Jumat, 16 April 2010

Pemasaran Syariah

Akhir-akhir ini sebuah konsep marketing syariah mulai merebak di instansi-instansi bisnis syariah. Konsep marketing syariah ini mulai mengemuka ketika bisnis asuransi mulai membuka bisnis syariah.

Marketing syariah sendiri menurut definisi adalah adalah penerapan suatu disiplin bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah. Jadi marketing syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Menurut Hermawan Kartajaya, nilai inti dari marketing syariah adalah Integritas dan transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya.

Pemasar adalah garis depan suatu bisnis, mereka adalah orang-orang yang bertemu langsung dengan konsumen sehingga setiap tindakan dan ucapannya berarti menunjukkan citra dari barang dan perusahaan. Namun sayangnya pandangan masyarakat saat ini menganggap pemasar diidentikkan dengan penjual yang dekat dengan kecurangan, penipuan, paksaan dan lainnya yang telah memperburuk citra seorang pemasar. Tidak terelakkan lagi banyak promosi usaha-usaha yang kita lihat sehari-hari tidak menjelaskan secara detail tentang produknya, yang mereka harapkan adalah konsumen membeli produk mereka dan banyak dari konsumen merasa tertipu atau dibohongi ketika mencoba produk yang dijual pemasar tersebut. Apabila ini terus berlanjut maka akan mungkin terjadi lagi kasus seperti Enron, Worldcom dan lainnya yang akan menghancurkan sebuah perusahaan. Sekarang jelaslah akan pentingnya sebuah nilai integritas dan transparansi seperti yang dikatakan Hermawan Kartajaya diatas agar bisnis berjalan lancar.

Konsep marketing syariah sendiri sebenarnya tidak berbeda jauh dari konsep pemasaran yang kita kenal. Konsep pemasaran yang kita kenal sekarang, pemasaran adalah sebuah ilmu dan seni yang mengarah pada proses penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian values kepada para konsumen serta menjaga hubungan dengan para stakeholdersnya. Namun pemasaran sekarang menurut Hermawan juga ada sebuah kelirumologi yang diartikan untuk membujuk orang belanja sebanyak-banyaknya atau pemasaran yang pada akhirnya membuat kemasan sebaik-baiknya padahal produknya tidak bagus atau membujuk dengan segala cara agar orang mau bergabung dan belanja. Berbedanya adalah marketing syariah mengajarkan pemasar untuk jujur pada konsumen atau orang lain. Nilai-nilai syariah mencegah pemasar terperosok pada kelirumologi itu tadi karena ada nilai-nilai yang harus dijunjung oleh seorang pemasar.

Marketing syariah bukan hanya sebuah marketing yang ditambahkan syariah karena ada nilai-nilai lebih pada marketing syariah saja, tetapi lebih jauhnya marketing berperan dalam syariah dan syariah berperan dalam marketing. Marketing berperan dalam syariah diartikan perusahaan yang berbasis syariah diharapkan dapat bekerja dan bersikap profesional dalam dunia bisnis, karena dengan profesionalitas dapat menumbuhkan kepercayaan kosumen. Syariah berperan dalam marketing bermakna suatu pemahaman akan pentingnya nilai-nilai etika dan moralitas pada pemasaran, sehingga diharapkan perusahaan tidak akan serta merta menjalankan bisnisnya demi keuntungan pribadi saja ia juga harus berusaha untuk menciptakan dan menawarkan bahkan dapat merubah suatu values kepada para stakeholders sehingga perusahaan tersebut dapat menjaga keseimbangan laju bisnisnya sehingga menjadi bisnis yang sustainable.

Dalam hal teknisnya marketing syariah, salah satunya terdapat syariah marketing strategy untuk memenangkan mind-share dan syariah marketing value untuk memenangkan heart-share. Syariah marketing strategy melakukan segmenting, targeting dan positioning market dengan melihat pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi persaingan sehingga dapat melihat potensi pasar yang baik agar dapat memenangkan mind-share. Selanjutnya syariah marketing value melihat brand sebagai nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan, sehingga contohnya perusahaan yang mendapatkan best customer service dalam bisnisnya sehingga mampu mendapatkan heart-share.

Konsep marketing syariah ini sendiri saat ini baru berkembang seiring berkembangnya ekonomi syariah. Beberapa perusahaan dan bank khususnya yang berbasis syariah telah menerapkan konsep ini dan telah mendapatkan hasil yang positif. Kedepannya diprediksikan marketing syariah ini akan terus berkembang dan dipercaya masyarakat karena nilai-nilainya yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat yaitu kejujuran.

Pengertian Syariah

HTI-Press. Kata syariah yang sering kita dengar adalah pengindonesiaan dari kata Arab, yakni as-Syarî’ah al-Islâmiyyah. Karena asalnya dari kata Arab maka pengertiannya harus kita pahami sesuai dengan pengertian orang-orang Arab sebagai pemilik bahasa itu. Tentu tidak boleh kita pahami menurut selera orang Indonesia. Karena yang lebih mengetahui pengertian bahasa itu adalah pemilik bahasa itu sendiri. Jadi orang non arab untuk memahami istilah syariah itu harus merujuk kepada pengertian orang arab.

Menurut Ibn al-Manzhur yang telah mengumpulkan pengertian dari ungkapan dalam bahasa arab asli dalam bukunya Lisân al’Arab . secara bahasa syariah itu punya beberapa arti. Diantara artinya adalah masyra’ah al-mâ’ (sumber air). Hanya saja sumbr air tidak mereka sebut syarî’ah kecuali sumber itu airnya sangat berlimpah dan tidak habis-habis (kering). Kata syarî’ah itu asalnya dari kata kerja syara’a. kata ini menurut ar-Razi dalam bukunya Mukhtâr-us Shihah, bisa berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-al masâlik (menunjukkan jalan). Sedangkan ungkapan syara’a lahum – yasyra’u – syar’an artinya adalah sanna (menetapkan). Sedang menurut Al-Jurjani, syarî’ah bisa juga artnya mazhab dan tharîqah mustaqîmah /jalan yang lurus. Jadi arti kata syarî’ah secara bahasa banyak artinya. Ungkapan syari’ah Islamiyyah yang kita bicarakan maksudnya bukanlah semua arti secara bahasa itu.

Suatu istilah, sering dipakai untuk menyebut pengertian tertentu yang berbeda dari arti bahasanya. Lalu arti baru itu biasa dipakai dan mentradisi. Akhirnya setiap kali disebut istilah itu, ia langsung dipahami dengan arti baru yang berbeda dengan arti bahasanya. Contohnya kata shalat, secara bahasa artinya doa. Kemudian syariat menggunakan istilah shalat untuk menyebut serangkaian aktivitas mulai dari takbirat-ul ihram dan diakhiri salam, atau shalat yang kita kenal. Maka setiap disebut kata shalat, langsung kita pahami dengan aktivitas shalat, bukan lagi kita pahami sebagai doa.

Kata syarî’ah juga seperti itu, para ulama akhirnya menggunakan istilah syarîah dengan arti selain arti bahasanya, lalu mentradisi. Maka setiap disebut kata syarî’ah, langsung dipahami dengan artinya secara tradisi itu. Imam al-Qurthubi menyebut bahwa syarî’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu disebut syariat karena memiliki kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Makanya menurut Ibn-ul Manzhur syariat itu artinya sama dengan agama.

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/09/20/pengertian-syariah/

Ekonomi syariah

Ekonomi syariah

merupakan ilmu pengetahuan sosialyang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.

V.KEUNGGULAN EKONOMI SYARIAH

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan, Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen

, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi

Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:

1.Kesatuan (unity)

2.Keseimbangan (equilibrium)

3.Kebebasan (free will)

4.Tanggungjawab (responsibility)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhann di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya,Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

PENERAPAN EKONOMI SYARIAH UNTUK PERBAIKAN EKONOMI INDONESIA

Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15 persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS. Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkina munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-instumen ekonomi berikut:

1. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut.

2. Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya. Allah SWT berfirman: “

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman

” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.

3. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan

” (QS Al maidah 90).

4. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.

5. Islam melarang Al-Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.

6. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.

http://www.scribd.com/doc/9137139/Artikel-Ekonomi-Syariah

Ekonomi Syari’ah terdiri atas dua akar kata yaitu ekonomi dan syari’ah. Kata Ekonomi berasal dari bahasa latin yaitu ekos dan nomos yang berarti orang yang mengatur rumah tangga. Dan dalam bahasa arab istilah ekonomi berasal dari kata dasar qashada yang melahirkan kata qashd, qashadan, qashdi, qashd, maqshid atau maqashid dan iqtishad. Dari sini lahirlah istilah ilm alqtishadi (ilmu ekonomi).

Dalam alqur’an dijumpai beberapa kata yang berakar dari qashada, diantaranya:

1.Kata qashid pada surah luqman 9 yang berarti sederhana.

2.Kata qashdu pada surah an Nahl 9 yang berarti jalan lurus/stabil.

3.Kata qashidan pada surah at Taubah 42 dengan arti keinginan atau Kebutuhan

4.Kata Muqtashid pada surah Luqman 32 yang berarti jalan lurus dan pada surah Fathir 32 dengan arti pertengahan.

5.Kata Muqtashidatun pada surah al Maidah 66 yang berarti Pertengahan.

Dari berbagai pengertian istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pokok berbagai aktifitas ekonomi dalam Islam harus dapat merealisasikan pencapaian kesempurnaan manusia melalui aktualitas maqashidus syari’ah.(Makalah Ekonomi Islam, hal..1 dan 2)

Adapun maqashidus syari’ah itu adalah untuk memelihara jiwa, akal, keturunan, kehormatan dan harta.

Sedangkan Syari’ah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiyah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Secara terminology, definisi syri’ah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya.

Sebab inilah kenapa ekonomi Islam sering disebut dengan ekonomi syari’ah, karena ekonomi syari’ah adalah ekonomi yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk al Qur’an dan Hadits.(Habib Nazir,hal.543)

Di dalm surah Al-Jasyiyah ayat 18, Kami jadikan engkau di atas perkara yang disyari’atkan, maka ikutlah syari’at itu dan jangan engkau ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Dari ayat ini jelaslah bahwa:

a)syari’at itu dari Allah.

b)syari’at itu harus diikuti.

c)syari’at tidak memperturutkan keinginan hawa nafsu. (Djazuli, hal.13)

Sedangkan menurut Abdul Manan, bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pegadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah. (Abdul Manan, hal.1)

Mengenai prinsip syari’ah, telah digariskan oleh Undang-undang nomor 10 tahun 1998, pasal 1 angka 13 prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina’).(M.Amin,.937)

Dari Penjelasan pasal 49 huruf (i) Undang-undang nomor 3 tahun 2006 ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:

Pertama kata-kata menurut prinsip syari’ah, tidak dikatakan menurut syari’at atau berdasarkan syari’at, karena kata prinsip (prinsiples) mempunyai arti tersendiri tidak hanya merujuk pada aturan yang tegas dan operasional tetapi cukup ada ketentuan pokok atau prinsip umum dari syari’ah. Kedua kata-kata antara lain: mengandung 11 bidang yang masuk dalam lingkup ekonomi syari’ah, tidak bersifat limitative karena masih ada lagi bidang-bidang lain yang belum disebutkan dan akan ditentukan secara khusus tersendiri dalam ketentuan lain (Abdurrahman, hal..10 dan 11.)

Menurut pendapat Abdul manan, bahwa ekonomi syari’ah dibahas dalam dua disiplin ilmu

yaitu ilmu ekonomi Islam dan ilmu hukum ekonomi Islam dimana ilmu ekonomi Islam dalam hal

ini Fiqh Mua’amalat tetap menjadi penting untuk menjustifikasi, mengontrol dan merekayasa perkembangan ekonomi Islam agar tetap berada dalam bingkai syari’ah.(Amiur Nuruddin, hal.5)

Dalam konteks fiqh klassik pembahasan mengenai ekonomi dan yang berkaitan dengan itu dibahas dalam fiqh mu’amalah.

Fiqh mu’amalah dalam arti luas membahas masalah ahwalus syakhshiyah seperti munakahat, mawaris, wasiat dan wasiyat. Akan tetapi fiqh mu’amalat dalam arti sempit yaitu ahkamul madaniyah, yang membahas tentang jual beli (bai’), membeli barang yang belum jadi dengan disebutkan sifat-sifatnya dan jenisnya (salam), gadai (arrahn), kefailitan (taflis), pengampuan ( hajru), perdamaian (asshulh), pemindahan hutang (al hiwalah), jaminan hutang (addhaman alkafalah), perseroan dagang (syarikat) perwakilan wikalah), titipan (alwadi’ah) pinjam meminjam (al ‘ariyah, merampas atau merusak harta orang lain (al ghashb), hak membeli paksa (syuf’ah), memberi modal dengan bagi untung ( qiradh) penggarapan tanah (almuzara’ah musaqah), sewa menyewa (al ijarah), mengupah orang lain menemukan barang hilang (al ji’alah), membuka tanah baru (ihya almawat) dan barang temuan (luqathah). (Djazuli, hal.51).

Untuk mendapatkan cap pengakuan dari aturan Islam terutama syariah, satu produk harus mengakomodasi dua hal. Pertama tidak boleh berbunga (riba) dan tidak boleh mengandung hal-hal yang dilarang agama secara umum seperti alkohol, judi.(Waspada,26-12-2006, hal.4), disamping itu prinsip ekonomi Islam (maslahat,’adalah, musawah) seperti azas mewujudkan kesejahteraan umum, azas keadilan sosial, azas demokrasi sosial.(Amiur Nuruddin, hal.10) ditambah lagi dengan prinsip umum dalam ajaran Islam (‘an taradhin, Annisa’ 9 dan laa dharara walaa dhiraara, Al hadis, laa tazlimuna walaa tuzlamuuna Al-baqarah 273).Dengan diterapkannya prinsip-prinsip tersebut di atas dalam praktek ekonomi syari’ah diharapkan akan tercipta masyarakat yang falah yakni masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual. Dan terhindar dari kegagalan karena Islamic Bank is too holy to fail = Bank Islam terlalu suci untuk gagal, karena seluruh akad-akad yang bernuansa syari’ah bukan hanya perikatan duniawi semata tetapi juga perikatan ukhrawi yakni apabila tidak sesuai dengan prinsip syrai’ah, maka akibatnya bukan hanya berlaku di dunia ini saja tetapi juga berlanjut sampai akhirat, oleh karena itu perlu prinsip prudensial atau ihtiat yakni prinsip kehati-hatian.

Kembali kepada topik pembahasan di atas yankni ekonomi syari’ah, sebagaimana dijumpai dalam pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, penambahan kewenangan peradilan agama adalah:

1.Bank syari’ah.

Undang undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan mulai memperkenalkan Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan prinsip syari’ah yang kemudian berkembang menjadi Bank syari’ah. Dimana Bank syari’ah dimulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992 ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia.

Yang dimaksud dengan Bank Syari’ah adalah Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran .(Buletin berkala Hukum Dan Keadilan, hal.64) dan BSM (Bank Syari’ah Mandiri) menerapkan prinsip keadilan, kemitraan, transparansi dan universal.

Menurut Karnaen A. Perwaatmadja, Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan syari’ah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba. (Muhammad Firdaus NH. Et-al.hal.18)

Dari penjelasan tersebut di atas tergambar kepada kita bahwa letak perbedaan antara Bank konvensional dengan Bank Syari’ah yaitu perbedaan mendasar dalam hal konsepsional dan pengelolaan dari bank syari’ah dengan bank konvensional terletak pada pendapatan keuntungan yang berasal dari bagi hasil dan bunga pinjaman.(Buletin Berkala Hukum & Keadilan, hal.68)

Perbedaan prinsip Bank Syari’ah VS Bank Konvensional:

Falsafah :

Syariah : Tidak berdasarkan bunga,spekulasi dan ketidak jelasan

Konvensional :Berdasarkan bunga

Operasional

Syariah : -Dana masyarakat berupa titipan (wadi’ah) yang baru akan mendapat hasil jika diusahakan terlebih dahulu – Penyaluran dana pada usaha yang halal dan menguntungkan

Konvensional : -Dana masyarakat berupa simpanan harus dibayar bungannya pada saat jatuh tempo

– Penyaluran dana pada sector yang menguntungkan,aspek halal tdk menjadi pertimbangan utama

Aspek social

Syariah : Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dlm misi dan visi

Konvensional : Tidak diketahui secara tegas

Organisasi

Syariah : Harus memiliki Dewan Pengawas Syari’ah

Konvensional : Tidak memiliki Dewan Pengawas syari’ah

BMI menegluarkan pembiayaan mudharabah dengan system bagi hasil dengan cara menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja sepenuhnya (shahibul mal) dan Nasabah menyediakan usaha dan manegemennya (Mudharib), keuntungan dibagi sesuai kesepakatn dalam bentuk nisbah. Misalnya BMI sebagai shahibul mal (Pemodal) mendapat keuntungan 65 % dan Pengusaha sebagai Mudharib (nasabah) mendapat 35 %. (Ensiklopedi Hukum Islam,IV, hal.1198)

Bank Syari’ah di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat bahkan nasabahnya bukan hanya orang Islam tapi non mulim juga banyak, sebgaimana dilansir oleh Koran Waspada Edisi Rabu tanggal 4 Januari 2007 hal.7, bahwa Bank Syari’ah di Medan nasabahnya 5 s/d 10 % non muslim sedangkan di Medano, jumlah nasabahnya 21.000 dan 2,5 % (525 orang) nasabahnya non muslim.

Adapun tujuan mendirikan Bank Islam (Syari’ah) adalah tujuan utama Bank Islam didirikan adalah menerapkan ajaran Allah secara konsekwen dalam lapangan perekonomian dan bisnis dan menghindarkan masyrakat Islam dari larangan-larangan agama.(A.Abd.Aziz Annajjar, hal.31).

Mengenai kegiatan Bank Syari’ah secara rinci diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tgl.14 Oktober 2004 Jo. Peraturan Bank Indonesia No.7/35/PBI/2005 tgl.25 September 2005 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah pada pasal 36 dan 37. Dan Peraturan Bank Indonesia No.6/17/PBI/2004 tgl. 1 Juli 2004 tentang BPR berdasarkan prinsip syari’ah pada pasal 34.

http://pa-sidikalang.net/index.php?option=com_content&view=article&id=119:ekonomi-syariah&catid=37:artikel